Saya tinggal di Muskat, tempat gurun bertemu laut — sebuah kota batu putih dan matahari, membentang di sepanjang perairan biru kehijauan Teluk Oman. Pegunungan menjulang di belakang kami bagaikan penjaga, dan laut membawa perdagangan sekaligus tradisi ke pantai kami. Oman adalah negeri yang indah dan tenang, namun di balik permukaannya yang tenang, iman kepada Yesus harus tetap tersembunyi.

Pemerintah kita mengawasi dengan saksama, dan dekrit Sultan telah mempersulit hidup para pengikut Kristus. Umat beriman dipertanyakan, diawasi, dan terkadang dihukum karena berkumpul. Namun, kita tetap bertahan. Kita bertemu dengan tenang di rumah-rumah, membisikkan lagu-lagu penyembahan dan membagikan Kitab Suci dengan tangan gemetar. Risikonya nyata, tetapi begitu pula kehadiran-Nya.

Saya sering memikirkan sejarah bangsa kita — yang dulu terkenal karena kerajinan logam dan kemenyan, harta yang dipersembahkan kepada raja-raja dahulu kala. Dengan cara yang sama, saya percaya kita, orang-orang percaya di Oman, dipanggil untuk membawa persembahan kita kepada Raja dari segala rajaIman yang teguh, ibadah yang murni, dan persatuan yang memurnikan kita bagaikan besi. Meskipun jumlah kita sedikit, kita kuat di dalam Dia. Dan seperti aroma kemenyan yang pernah memenuhi istana kerajaan, saya berdoa agar aroma Kristus suatu hari nanti memenuhi setiap rumah di Oman.

• Berdoa untuk Umat beriman Oman diharapkan tetap teguh dan berani di bawah pengawasan dan penganiayaan pemerintah. (1 Korintus 16:13)

• Berdoa untuk pertemuan rahasia di seluruh Muscat untuk dilindungi oleh tangan Tuhan dan diperkuat oleh Roh-Nya. (Mazmur 91:1–2)

• Berdoa untuk orang percaya baru bertumbuh dalam iman, kesatuan, dan kebijaksanaan saat mereka saling mengasah seperti besi. (Amsal 27:17)

• Berdoa untuk hati di seluruh Oman menjadi dilunakkan oleh mimpi, penglihatan, dan pertemuan dengan kasih Yesus. (Yoel 2:28)

• Berdoa untuk Gereja di Oman bangkit sebagai persembahan yang harum — membawa kemuliaan bagi Raja segala raja di seluruh Jazirah Arab. (2 Korintus 2:14–15)